Yes, Adulting is Hard. Let’s Focus on Things that We Can Control!
Baru kali ini nulis blog tapi mulainya dari judul dulu.. Karena sejujurnya udah kebayang bgt sih apa yang mau diomongin hehe.
Suatu hari ada seorang fresh grad cerita ke gue kalo apa yang dia kerjakan saat ini jauh dari ekspektasi dia sebelumnya. Dia juga mengeluh kalo lingkungannya sangat tidak supportive karena load kerjanya ga seimbang dengan benefit yang diterima, jadi well-being dan lifestylenya terganggu.
Dek, kesalahan dan tanggung jawab adalah dua hal yang berbeda. Mungkin itu kesalahan company yang ga bisa providing the best working environment. Tapi tanggung jawab untuk kecewa, marah atau merespon apapun itu totally ada di kita masing-masing.
Misalnya kita dikasih load 150% dari yang seharusnya 100%. Nah, ya itu kesalahannya mungkin ada di perusahaan kita yang ga bisa ngukur load sesuai dengan kapasitas manusia. Tapi keputusan untuk jadi stress atau burnout atau bahkan hepi-hepi aja, itu totally jadi tanggung jawab kita. Kenapa? karena kita dikasih anugerah nih sama tuhan buat jadi makhluk yang proaktif daripada reaktif.
Orang yang proaktif, ya ngomong, atau mungkin merubah situasi dengan mengajukan solusi. Misalnya dengan ngurangin workload, atau nyoba nyuri-nyuri me time supaya bisa ttp waras di tengah load kerja yg gila. Orang yang reaktif, yaudah trus aja sibuk ngeluh sama hal-hal eksternal yang gabisa dia kontrol.
I really appreciate buat yang ngerasa udah pernah melakukan tindakan proaktif itu. Buat yang berhasil, alhamdulillah… insya Allah aman ya.. Buat yang gagal, coba deh bikin deal breaker. Mo sampe kapan kita stay, apa kemungkinan terburuk yang bakal terjadi kalo misalnya lu merasa hak lu nggak dipenuhi. Sure, kitapunya hak full untuk ngambil exit plan setelah semua effort udah kitalakuin.
Buat yang belum pernah ngelakuin langkah proactive trus memilih langsung jump to exit plan. Sayang sekali, kalo ibarat main among us, ini kita aja belum tau nih impostornya siapa, eh masa udah exit game heumm.. ga seru ah! Pertanyan gue, mau sampe kapan rely on something that you can’t control?
Milih exit plan karena hal-hal yang sifatnya eksternal tuh bukan pilihan yang bijak sih menurut gue. Karena namanya aja udah eksternal, itu nggak akan bisa kita kontrol. Instead of berpaku pada hal-hal eksternal yang tadi gue sebutin, kenapa nggak dicoba merubah hal-hal internal yg bisa diubah.
Misal, kalo lu merasa banyak kerjaan lu yang takes so much time untuk dikejain, why don’t you break it down into small steps yang nantinya bisa lu distribute ke tim lu dan akhirnya kerjaan lu bisa lebih cepet kelar?
Atau lu merasa pendapatlu nggak pernah didengerin atasan, why don’t you search on youtube “how to communicate effectively with spv?” so you can improve your communication skill.
Kalo lu merasa benefit lu kurang beneficial, why don’t you do a little research “how to do a workload analysis” and just do it shortly, then once you find there is something wrong with your load, ya ngomong ke HR nya. HR pasti lebih appreciate kalo kitabawa data, nggak cuma ngeluh tanpa data.
Dan masih buanyak lagi hal yang bisa kita kontrol.
Once again, let’s change the mindset from being reactive to be more proactive.
Focus more on something that we can control rather than something that we can’t control.